Zakat Sedekah Wakaf
×
Masuk
Daftar
×

Menu

Home Tentang Kami Program Laporan Mitra Kami Kabar Daqu Sedekah Barang

Mulai #CeritaBaik Kamu Sekarang

Rekening Zakat Rekening Sedekah Rekening Wakaf

Alamat

Graha Daarul Qur'an
Kawasan Bisnis CBD Ciledug Blok A3 No.21
Jl. Hos Cokroaminoto
Karang Tengah - Tangerang 15157 List kantor cabang

Bantuan

Call Center : 021 7345 3000
SMS/WA Center : 0817 019 8828
Email Center : layanan@pppa.id

#2019GiatSedekah

31 December 2018   1540
Image

Oleh Tarmizi As Shidiq, Ketua Daarul Qur’an

Kata orang, 2019 bakal menjadi tahun politik yang lebih panas dibanding tahun ini. Itu tak lepas dari pagelaran pemilihan presiden dan legislatif pada April 2019.

Pada awal tahun ini, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan tahun politik 2018 akan membawa keuntungan bagi perekonomian Indonesia. Sebab, jumlah uang beredar akan meningkat dan menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional.

Bahkan, kata Enggar, jumlah uang beredar di tahun ini akan meningkat 10 persen dari tahun sebelumnya. Uang beredar tersebut akan digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif sehingga akan menggerakkan kegiatan ekonomi perdagangan.

Namun, hal itu disanggah Pendiri Lembaga Survei Cyrus Network, Hasan Nasbi Batupahat. Menurut Hasan, keuntungan tersebut hanya bisa dinikmati sebagian pihak saja. Dampak ekonomi di tahun politik ini belum dapat merata secara nasional, karena hanya terpusat di titik-titik tertentu yang secara kegiatan kampanye memang besar layaknya di Pulau Jawa.

"Belanja politik itu jadinya hanya terpusat di tempat-tempat seperti (Pasar) Senen, Blok M, atau Bandung. Apakah kita bisa melihat itu sebagai proses (kegiatan ekonomi)? Ya hanya untuk sebagian pihak saja," ujar Hasan (liputan6.com, 10/01/18).

Menurut rilis terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), angka kemiskinan di Indonesia per Maret 2018 mengalami penurunan sebesar 633,2 ribu jiwa, dari 26,58 juta jiwa pada bulan September 2017 menjadi 25,95 juta jiwa pada Maret 2018. Ini berarti prosentase penduduk miskin turun dari 10,12 persen dari keseluruhan jumlah penduduk, menjadi 9,82 persen saja.

Angka kemiskinan satu digit ini diklaim sebagai prosentase terendah penduduk miskin pasca reformasi.
Namun menurut analisa Kepala CIBEST IPB dan Pusat Kajian Strategis BAZNAS, Dr Irfan Syauqi Beik, garis kemiskinan yang digunakan BPS terlampau rendah. Selain itu, intervensi pemerintah dalam menaikkan kesejahteraan kelompok masyarakat termiskin, dilakukan melalui pola cash transfer yang bersifat jangka pendek dan konsumtif.

Artinya, tahun politik 2018-2019, tidak berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan umumnya masyarakat. Karena itulah, di tengah hiruk pikuk tahun politik, PPPA Daarul Qur’an menyodokkan tagar #2019GiatSedekah ke publik. Hal ini bertujuan agar masyarakat berusaha mandiri dalam membiayai program-program kebajikan.

Misalnya sejak 2014, PPPA Daarul Qur’an menggagas program membangun kemandirian pesantren, melalui sejumlah program usaha ekonomi di lingkungan pesantren yang kemudian diwadahi dalam DBN (Daqu Bisnis Nusantara).

Didrikan pula Daqu Agro yang bergerak dalam pengembangan perkebunan dan pertanian, sedangkan di bidang kesehatan didirikan Daqu Sehat sebagai upaya pelayanan kesehatan berbayar bagi yang mampu dan gratis untuk kaum tak berpunya. Saat itu BPJS belum ada dan hampir semua lembaga nirlaba menyediakan layanan kesehatan gratis.

Rintisan usaha peternakan sebagai upaya penyiapan hewan qurban pun mulai dibangun dan dikembangkan. PPPA Daarul Qur’an saat itu juga ikut membidani lahirnya Daqu Travel sebagai biro penyedia layanan perjalanan Haji dan Umrah, serta ikut membidani lahirnya VSI yang sekarang bertransformasi menjadi Paytren.

Alhamdulillah, program kemandirian yang dibangun perlahan dan pasti sudah menghasilkan. Semua lembaga otonom yang dibangun PPPA Daarul Qur’an mulai mandiri dan menujukkan perkembangan cukup baik.

Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an sekarang sudah berdiri di 38 propinsi dan juga sedang menyiapkan pendirian Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an di lima benua. Berbagai lembaga pendidikan formal dan nonformal juga dikembangkan oleh pesantren seperti sekolah full day yang sudah ada di 3 propinsi, program tahfizh camp dan Idaad.

Di Pesantren tahfzih Daarul Qur’an secara mandiri juga telah memberikan beasiswa kepada santri-santri yang tidak mampu dan berprestasi berupa besiswa full dan keringanan biaya yang jumlah akumulasinya mencapai milyaran. Ini menjadi subsidi silang bagi anak-anak yang mampu dan anak-anak yang tidak beruntung secara ekonomi.

Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Takhassus didirikan di berbagai daerah di Indonesia untuk memberikan pendidikan gratis bagai anak-anak kurang mampu dan berkeinginan menjadi penghafal Al Qur’an. Saat ini, PPPA Daarul Qur’an telah mendirikan di Kemang, Jakarta, Cikarang, Cinagara, Bogor, Cimanggis, Depok, Tangerang, Bintaro dan tahun ini, Insya Allah PPPA Daarul Qur’an akan membagun Pesantren Tahfizh Daarul Qur’an Takhassus di Palembang, Semarang, Makasar, Jogjakarta, Bandung, Medan dan Kalimantan.

Unit usaha dan ekonomi yang dikembangkan pun mulai berkembang dan mandiri seiring dengan perkembangan pesantren di beberapa daerah.

Tanggal 3-5 Februari 2018 di Malang, rapat holding Daarul Qur’an yang dihadiri berbagai lembaga-lembaga yang didirikan Daarul Qur’an dan KH Yusuf Mansur memantapkan diri untuk mengembangkan dakwah Qur’an hingga 5 benua.

Dream kita semua itu membutuhkan dukungan masif dan berjangka panjang.

Seperti diingatkan Co-founder dan Executive Chairman Alibaba Group, Jack Ma, bahwa berderma bukan semata-mata karena uang.

"Berderma tidak semata-mata memberikan uang, tapi melakukannya dengan sepenuh hati, merelakan waktu, dan yang paling penting adalah tindakan," ujar Ma dalam keterangan tertulis untuk acara Konferensi Filantropi pada Rabu, 5 September 2018. "Bahkan lebih dari itu, kedermawanan menjadikan kita lebih baik, dan jika setiap orang mau berpartisipasi, kita dapat membuat dunia menjadi lebih baik," tandas Ma.

Bangsa Indonesia menurut CAF World Giving Index 2017 menduduki peringkat 2 dari 139 negara sebagai paling sering berdonasi atau dermawan.

Modal sosial itu menurut Timotheus Lesmana Widjaja, Perwakilan Perhimpunan Filantropi Indonesia, harus berdampak signifikan. Dalam acara “Philanthropy Learning Forum Goes To Campus” di Auditorium Komunikasi FISIP UI pada Selasa (17/10/18), Lesmana mengajak masyarakat untuk mengubah kedermawanan yang bersifat direct giving menjadi donasi lebih berdampak (impactful).