Zakat Sedekah Wakaf
×
Masuk
Daftar
×

Menu

Home Tentang Kami Program Laporan Mitra Kami Kabar Daqu Sedekah Barang

Mulai #CeritaBaik Kamu Sekarang

Rekening Zakat Rekening Sedekah Rekening Wakaf

Alamat

Graha Daarul Qur'an
Kawasan Bisnis CBD Ciledug Blok A3 No.21
Jl. Hos Cokroaminoto
Karang Tengah - Tangerang 15157 List kantor cabang

Bantuan

Call Center : 021 7345 3000
SMS/WA Center : 0817 019 8828
Email Center : layanan@pppa.id

Selagi Masih Ada Kesempatan

05 September 2019   1104
Image

Memasuki tahun baru 1441 Hijriyah, kita semua mengalami penambahan sekaligus pengurangan. Umur bertambah dan kesempatan bertambah. Tapi saat yang sama kesempatan hidup kita sebenarnya jadi berkurang.

Tahun 2019, menurut perkiraan Kementerian Kesehatan, harapan hidup manusia Indonesia 72 tahun. Mengacu pada perkiraan tersebut, jika kita kini 40 tahun, maka umur kita tinggal 32 tahun. Atau, dalam bahasa optimistik, usia dan kesempatan kita masih 32 tahun lagi.

Manusiawi belaka, jika kita ingin berumur panjang dan meraih sukses tahun mendatang dan tahun-tahun berikutnya. Seperti dikatakan Nabi Muhammad SAW, “Hati orang tua yang telah lanjut usia cenderung pada dua hal, yaitu umur panjang dan banyak harta.” (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah).

Namun, bukan panjang-pendeknya umur yang esensial dalam kehidupan, melainkan bagaimana kualitas kehidupan kita.

Dalam Qur’an surah Al-Ashr, Allah SWT memperingatkan: "Demi ashr (waktu) semua manusia berada dalam kerugian; Kecuali yang beriman dan beramal saleh, saling menasehati dalam kebaikan dan kesabaran."

Menurut Imam Syafi'i, seandainya Allah tidak menurunkan selain surah Al-Ashr, niscaya sudah cukup. Imam yang lain mengatakan, “Surat Al-Ashr mencakup seluruh ilmu yang terkandung dalam Al-Qur'an.” (Syeikh Tohir Asur, Tahrir wa At-Tanwir: 528)

Sayyidina Ali mengingatkan, “Waktu laksana pedang terhunus, bila Anda tidak menggunakannya untuk kebaikan dia akan memenggalmu.” Pesan ini bermakna, kita tidak boleh menyia-nyiakan waktu atau kesempatan.

Esok di Hari Penghabisan, seperti dikatakan Rasul, belum lagi kedua kaki seorang beranjak, ditanyalah tentang usianya, dihabiskan untuk apa; tentang ilmunya, diabdikan untuk apa; tentang hartanya, diperoleh dari mana dan dibelanjakan untuk apa; tentang badannya, digerakkan untuk apa (HR. Tirmidzi).

Dari neraka, kelak bakal terdengar jerit penyesalan manusia yang gagal memaknai waktu: ‘’Oh, andai aku dulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.’’ (QS. Al-Fajr: 24). Mereka mengiba: “Ya Tuhanku, kembalikanlah aku ke (dunia) agar aku berbuat amal yang saleh yang telah kutinggalkan…” (QS. Al-Mu'minun: 99-100) Bahkan di antara mereka ada yang berkata: lebih baik kiranya aku menjadi tanah saja!

Itulah sesal manusia yang akhir kehidupannya buruk. Ibnu Katsir rahimahullah dalam Kitab Al Bidayah wan Nihayah (XIX/184) berkata, “Sungguh, dosa, maksiat dan syahwat adalah biang tergelincirnya manusia saat kematiannya, ditambah lagi dengan godaan setan. Jika maksiat dan godaan setan terkumpul, disertai lemah iman, maka sungguh amat mudah berada dalam su’ul khotimah (akhir hidup yang jelek).”

Maka, sebelum semuanya terlambat, Nabi mewanti-wanti umatnya: “Optimalkan lima kesempatan sebelum datang lima kesempitan: mudamu sebelum pikun, sehatmu sebelum sakit, kayamu sebelum miskin, luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Al-Hakim)

“Segerakan beramal saleh sebelum tujuh hal: kemiskinan yang membuatmu lupa, kekayaan yang menyesatkan, penyakit yang membinasakan, kepikunan yang melumpuhkan, kematian yang mendadak, dajjal yang merajalela, dan kiamat yang sangat pahit dan mengerikan.” (HR. Tirmidzi)

Para ulama juga mendorong kaum muslimin menyegerakan beramal saleh. Misalnya Ibnu Baththal, yang mengatakan, “Sikap yang baik, hendaknya orang menyegerakan dalam beramal karena berbagai halangan menghadang, banyak rintangan yang mungkin muncul, kematian tidak bisa diprediksi, dan menunda amal bukanlah sikap yang terpuji.”

Ibnu Hajar menambahkan, “Segera beramal akan lebih cepat menggugurkan kewajiban, lebih jauh dari sikap menunda-nunda yang tercela, mengundang ridha Allah, dan menghapuskan dosa.” (Fathul Bari Syarh Shahih Bukhari, 3: 299)

Di awal tahun Hijriyah ini, selain memperbanyak timbangan amal tahun 1441 H untuk diri kita sendiri, kita juga masih berkesempatan mengirim pahala buat orangtua yang sudah meninggal. Itulah salah satu bentuk birrul waalidain.

Dijelaskan oleh Imam An-Nawaawi, “Arti birrul waalidain yaitu berbuat baik pada kedua orang tua, melakukan hal yang dapat membuat mereka bergembira, dan berbuat baik kepada teman-teman mereka.”

Buatlah kedua orang tua tersenyum di alam kubur, dengan amal saleh yang diniatkan pahalanya bagi mereka. Abu Asyad Malik ra menuturkan, ketika ia dan para sahabat duduk di sisi Rasulullah Saw tiba-tiba ada seorang lelaki mendekati beliau seraya bertanya, ‘’Masih adakah kebaktian lainnya kepada orang tua  yang bisa kulakukan setelah kematiannya?’’

Beliau menjawab, ‘’Ya, yaitu sholat tepat waktu, mendoakan ampunan bagi keduanya, memenuhi janji mereka semasa hidup, dan menyambung silaturahmi dengan kerabat yang bisa terputus, dan menghargai teman-teman baiknya.’’ (HR Abu Daud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan al-Hakim)

Bahkan untuk almarhum atau almarhumah orang-orang tercinta pun, kita juga dapat bersedekah atas namanya. Dulu, seorang sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, ibuku telah wafat dan belum sampai berwasiat tentang hartanya. Jika sempat berwasiat, kukira pasti akan bersedekah juga. Maka jika aku sedekah atas nama ibuku, apakah ia akan mendapatkan pahala?" Jawab Rasul, "Ya!’’[]

 

Ustaz Muhammad Anwar Sani

Ketua Yayasan Daarul Qur'an Nusantara/Rektor Institut Daarul Qur'an